Selasa, 23 Agustus 2011

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMBERDAYAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN

by : Iwan Kurnianto

Head of Advocate Department at NGO LangsaT

Konteks pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan pada era globalisasi dan transparansi ini semakin banyak dibicarakan dalam forum-forum diskusi yang dilakukan pemerintah, organisasi-organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, nasional maupun internasional, dan melalui artikel-artikel dalam media massa. Pada hakikatnya persoalannya terletak pada kepentingan kelompok ataupun perorangan penyelenggara pemerintahan, sikap apatis masyarakat terhadap proyek pembangunan, partisipasi masyarakat yang rendah dalam pembangunan, penolakan masyarakat terhadap beberapa proyek pembangunan, ketidakberdayaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan serta pemecahan masalahnya, tingkat adopsi masyarakat yang rendah terhadap inovasi, dan masyarakat cenderung menggantungkan hidup terhadap bantuan pemerintah, serta kritik-kritik lainnya yang umumnya meragukan bahwa masyarakat memiliki potensi untuk dilibatkan sebagai pelaksana pembangunan. Yang lebih penting adalah mencari solusi yang sifatnya komprehensif.
Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses interaksi di tingkat ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth strategy dan people centered strategy. Sedangkan di tingkat praksis, proses interaksi terjadi melalui pertarungan antar ruang otonomi. Maka, konsep pemberdayaan mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development). Community development adalah suatu proses yang menyangkut usaha masyarakat dengan pihak lain (di luar sistem sosialnya) untuk menjadikan sistem masyarakat sebagai suatu pola dan tatanan kehidupan yang lebih baik, mengembangkan dan meningkatkan kemandirian dan kepedulian masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah dalam kehidupannya, mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah meningkatkan daya inisiatif, pelayanan masyarakat dan sebagainya. Secara filosofis, community development mengandung makna ‘membantu masyarakat agar bisa menolong diri sendiri’, yang berarti bahwa substansi utama dalam aktivitas pembangunan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.
Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.
Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi-nya.
Pola pemberdayaan masyarakat yang dibutuhkan bukanlah kegiatan yang sifatnya top-down intervention yang tidak menjunjung tinggi aspirasi dan potensi masyarakat untuk melakukan kegiatan swadaya. Akan tetapi yang paling dibutuhkan masyarakat lapisan bawah terutama yang tinggal di desa adalah pola pemberdayaan yang sifatnya bottom-up intervention yang menghargai dan mengakui bahwa masyarakat lapisan bawah memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhannya, memecahkan permasalahannya, serta mampu melakukan usaha-usaha produktif dengan prinsip swadaya dan kebersamaan.
Dalam konsep pemberdayaan, masyarakat dipandang sebagai subyek yang dapat melakukan perubahan, oleh karena diperlukan pendekatan yang lebih dikenal dengan singkatan ACTORS. Pertama authority atau wewenang pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk melakukan perubahan yang mengarah pada perbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Kedua confidence and compentence atau rasa percaya diri dan kemampuan diri, pemberdayaan dapat diawali dengan menimbulkan dan memupuk rasa percaya diri serta melihat kemampuan bahwa masyarakat sendiri dapat melakukan perubahan. Ketiga, truth  atau keyakinan, untuk dapat berdaya, masyarakat atau seseorang harus yakin bahwa dirinya memiliki potensi untuk dikembangkan. Keempat, opportunity atau kesempatan, yakni memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Kelima, responsibility, maksudnya yaitu perlu ditekankan adanya rasa tanggung jawab pada masyarakat terhadap perubahan yang dilakukan. Dan terakhir, keenam adalah support yakni adanya dukungan dari berbagai pihak agar proses perubahan dan pemberdayaan dapat menjadikan masyarakat yang ‘lebih baik’.
Titik fokus konsep pemberdayaan adalah lokalitas, sebab civil society menurut Friedmann (1992:31) masyarakat akan merasa siap diberdayakan melalui isu-isu lokal. Tentunya dengan tidak mengabaikan kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur di luar civil society tersebut. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat  tidak hanya pada sektor ekonomi tetapi juga secara politis, sehingga pada akhirnya masyarakat akan memiliki posisi tawar yang kuat secara nasional maupun internasional. Target dari konsep pemberdayaan ini adalah ingin mengubah kondisi yang serba sentralistik menjadi situasi yang lebih otonom dengan cara memberikan kesempatan kepada kelompok masyarakat miskin untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang mereka pilih sendiri. Masyarakat miskin juga diberi kesempatan untuk mengelola dana pembangunan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak luar.
Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat sebenarnya adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centered, participatory, empowering, and a sustaniable”  (Chambers, 1995).
Membangun masyarakat dari wacana berfikir yang statis tradisional menjadi masyarakat dengan wacana berfikir kosmopolit yang dinamis rasional. Bahkan keseluruhan proses kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui jalur pembangunan masyarakat desa dan kota (rural and urban community development). Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Bentuknya bervariasi, meliputi pendidikan formal dan nonformal, penyuluhan pembangunan, komunikasi pembangunan, pendidikan kesejahteraan keluarga, pendidikan tentang nilai-nilai demokrasi, pendidikan keterampilan, pelatihan-pelatihan, dan lain-lain. Margono Slamet (1998:1) mengemukakan tujuan pendidikan sebagai suatu proses untuk mengubah perilaku manusia. Domain yang diharapkan berubah meliputi: pertama, domain perilaku pengetahuan (knowing behavior), kedua, domain perilaku sikap (feeling behavior) dan ketiga, domain perilaku keterampilan (doing behavior).
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan formal dan nonformal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan "mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri" atau "membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri". Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat, adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang kosmopolitan.
United Nations (1956: 83-92), mengemukakan proses-proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:
(1)   Getting to know the local community
Mengetahui karakteristik masyarakat setempat (lokal) yang akan diberdayakan, termasuk perbedaan karakteristik yang membedakan masyarakat desa yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui artinya untuk memberdayakan masyarakat diperlukan hubungan timbal balik antara petugas dengan masyarakat.
(2)   Gathering knowledge about the local community
Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai masyarakat setempat. Pengetahuan tersebut merupakan informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut umur, sex, pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan, serta faktor kepemimpinan baik formal maupun informal.
(3)   Identifying the local leaders
Segala usaha pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila tidak memperoleh dukungan dari pimpinan/tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk itu, faktor "the local leaders" harus selau diperhitungkan karena mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat.
(4)   Stimulating the community to realize that it has problems
Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi.
(5)   Helping people to discuss their problems
Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendikusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan.
(6)   Helping people to identify their most pressing problems
Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya.
(7)   Fostering self-confidence
Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. Rasa percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya.
(8)   Deciding on a program action
Masyarakat perlu diberdayakan untuk menetapkan suatu program yang akan dilakukan. Program action tersebut perlu ditetapkan menurut skala prioritas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tentunya program dengan skala prioritas tinggilah yang perlu didahulukan pelaksanaannya.
(9)   Recognition of strengths and resources
Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan permasalahn dan memenuhi kebutuhannya.
(10)       Helping people to continue to work on solving their problems
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu, masyarakat perlu diberdayakan agar mampu bekerja memecahkan masalahnya secara kontinyu.
(11)       Increasing people ability for self-help
Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalan tumbuhnya kemandirian masyrakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.
Perubahan perilaku ini apabila dipadukan dengan sumber daya alam yang tersedia, akan melahirkan perilaku baru yang disebut partisipasi. Partisipasi ini akan merangsang masyarakat lebih aktif dan kreatif malaksanakan pembangunan yang terarah dan berencana terutama dalam meningkatkan pendapatan -income generating- serta membuka lapangan kerja baru -employment generating- untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat.
Syarat-syarat apa saja yang harus diperhatikan agar masyarakat mau berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program pembangunan masyarakat desa itu? United Nations (1978:5) mengemukakan:
"People will not participate in community development program unless they are getting what they want. Accordingly, the first duty of those responsble for community development programs to identify the felt needs of the people. They should also assist the people in making better judgments for themselves on what their needs are and how to satisfy them. Finally they should be able to identify needs not yet perceived and make the people concious of them and aware of the importance of satisfying them."
(Masyarakat tidak akan mau berpartisipasi di dalam program pembangunan masyarakat, kecuali mereka dapat memperoleh apa yang mereka inginkan. Karena itu, tugas utama dari mereka yang bertanggung jawab di dalam program pembangunan masyarakat ialah mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Masyarakat juga perlu dibantu untuk mengadakan penilaian yang terbaik bagi mereka, tentang apa yang menjadi kebutuhan mereka termasuk bagaimana menjadikan mereka memperoleh kepuasan. Yang paling penting adalah bagaimana mereka mampu mengidentifikasi kebutuhan yang belum mereka rasakan dan memiliki rasa sadar akan pentingnya rasa kepuasan bagi mereka).
Masyarakat yang berdaya, adalah masyarakat yang dinamis dan aktif berpartisipasi di dalam membangun diri mereka. Tidak menggantungkan hidupnya kepada belas kasihan orang lain. Mereka mampu berkompetisi dalam kontek kerjasama dengan pihak lain. Mereka memiliki pola pikir kosmopolitan, memiliki wawasan berfikir yang luas, cepat mengadopsi inovasi, toleransi tinggi, dan menghindari konflik sosial. Hal ini dapat terwujud berkat aktualisasi pendidikan yang telah membekali mereka dengan perilaku/behavior yang baik dan handal - pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah program yang disusun sendiri oleh masyarakat, mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin dan kelompok yang terpinggirkan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya lokal, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat (instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, swasta dan pihak lainnya), serta dilaksanakan secara berkelanjutan.(IwPaKu 0611)

SYAFA’AT


SYAFA’AT
Syafa’at berasal dari kata syafa’a yang bermakna pertolongan, perantaraan, dan ataupun bantuan. Sebagai pengertian dalam kaitan istilah syafa’at adalah menjadi perantara (penghubung) dalam menyelesaikan hajat ataupun kaul, yaitu perantara (Nabi) antara yang memiliki hajat (umat) dengan yang bisa memenuhi hajat tersebut (Tuhan).
Menurut Ibnu Al-Atsir kata syafa’at di sebutkan berulangkali dalam hadist Nabi Muhammad SAW, baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun urusan akhirat. Yang di maksud dengan syafa’at di hadist tersebut adalah meminta untuk di ampuni atas dosa dan kesalahan-kesalahan di antara mereka.
Di kalangan kaum sufi, syafa’at dapat di berikan di dunia dan di akhirat. Syafa’at di dunia berupa lahiriah dan dapat juga rohaniah atau dapat juga berbentuk do’a dari Rasulullah SAW, ulama, wali, atau para syuhada.
Adapun syafa’at yang di maksud secara umum adalah do’a yang Nabi SAW simpan untuk para umatnya di hari kiamat kelak. Syafa’at yang kelak di berikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah syafa’at terbesar yang di sebut syafa’atul ‘uzhma. Kisah tentang syafa’atul ‘uzhma ini di jelaskan secara rinci dan panjang di dalam hadist sebagaimana termaktub dalam kitab risalah maulid seperti ad-Diba’i. Kisah ini terjadi ketika manusia terkumpulkan di padang mahsyar. Allah SWT menggiring semua mahlukNya dalam keadaan yang maha dahsyat dan menakutkan. Hingga pada saat itu terlintas dalam benak manusia untuk meminta syafa’at kepada Allah SWT agar di beri kelapangan dan kemudahan serta keselamatan.
Untuk itu mereka mendatangi Nabi Adam AS, sebagai nenek moyang manusia, untuk memohon kepada Allah SWT agar mereka di berikan syafa’at. Nabi Adam AS tidak bisa memberikan syafa’atnya karena beliau sendiri pernah melakukan kesalahan tidak menghiaraukan larangan Allah agar tak memakan buah khuldi. Maka Nabi Adam AS menyuruh mereka mendatangi Nabi Nuh AS.
Permintaan syafa’at yang disampaikan kepada Nabi Nuh pun mendapatkan jawaban yang sama, karena beliau sendiri pernah melakukan kesalahan kepada Allah SWT. Dan akhirnya Nabi Nuh AS pun menyuruh mereka datang kepada Nabi Ibrahim AS.
Begitupun dengan Nabi Ibrahim AS, beliaupun tidak bisa memberikan syafa’at karena merasa pernah melakukaan kesalahan kepada Allah SWT, beliaupun akhirnya menyuruh mereka mendatangi Nabi Musa AS.
Namun Nabi Musa AS pun tidak menyanggupi permintaan tersebut karena pernah melakukan kesalahan juga, akhirnya Nabi Musa AS pun menyuruh mereka mendatangi Nabi Isa AS untuk permintaan tersebut.
Tapi Nabi Isa AS pun tidak bisa memberikan syafa’at tersebut, beliau menyuruh mereka menemui Nabi Muhammad SAW.
Dan setelah permohonan tersebut di sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, beliau meminta ijin kepada Allah SWT untuk memberikan syafa’at. Maka Allah SWT memberikan ijinNya kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan syafa’at kepada umatnya.
Selain syafa’at ini, ada juga syafa’at sughra (syafa’at kecil) yang dapat di berikan selain oleh rasul, juga dapat di berikan oleh para ulama, pewaris nabi, dan juga para syuhada. Dalil-dalil yang menjadi hujjah atas syafa’at kecil ini ada seperti hadist yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan RA yang artinya “dari Utsman bin Affan RA, ia berkata,’Rasulullah SAW bersabda:di hari kiamat yang memberi syafa’at ada tiga golonngan, yaitu para nabi, ulama, kemudian syuhada’.” (HR Ibnu Majjah).
Banyak lagi dalil-dalil yang berkaitan dengan syafa’at di jelaskan dengan rinci di dalam hadist Rassulullah SAW. Pengertian-pengertiannya pun meliputi syafa’at yang di berikan di dunia maupun yang di akhirat. Di kalangan sufi pengamal tarekat, syafa’at syaikh Mursyid sangat menentukan dalam tahap-tahap murid atau salik melalui jalan, guna mendapatkan ahwal atau maqam-maqam (derajat ataupun tingkatan) yang mesti di laluinya. Syafa’at dalam bentuk terakhir termasuk dalam syafa’at sughra.
Dalam terminologi ilmu tauhid, syafa’at adalah pertolongan yang di berikan orang yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah SWT yang di berikan bagi orang-orang yang lebih rendah yang memohon pertolongan itu. Para ulama menyepakati adanya syafa’at ini, berdasarkan sejumlah ayat dan hadits yang menuangkan hal tersebut. Seperti QS Al-Baqarah:225, QS An-Nisa:85, QS Tha-Ha:109, dan banyak hadits yang menyertainya pula. (IwPaKu:0811)

Sabtu, 25 Juni 2011

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI PROSES PEMBUDAYAAN DAN PEMANUSIAAN


by : Iwan Kurnianto
Head of Advocate Department at NGO LangsaT


Karakter menurut Hornby (1983:139) adalah kualitas mental atau moral yang membedakan seseorang, golongan berbeda dengan yang lain. Sigmund Freud (dalam Cahyani, 2010) mendefinisikan karakter sebagai .... a striving system which underly behavior. Bagi Freud, karakter merupakan kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu sistem daya dorong (daya juang) yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku secara mantap. Pada umumnya karakater merupakan tata nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengurbanan, dan pengaruh lingkungan, serta melandasi sikap dan perilaku. Karakter bangsa dapat diartikan sebagai sistem nilai. Koentjaraningrat (1989) menyebutnya sebagai sikap mental yang secara ilmiah disebut sistem nilai budaya (cultural value system) dan sikap (attitude). Hampir senada dengan pengarang kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, Hornby, Poerwadarminta (1984:445) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, mendefiniskan karakter sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti. Bisa ditarik benang merah dari kedua definisi bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti atau pendidikan moral. Budi pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (poerwadarminta, 2003:170) adalah tingkah laku, akhlak dan watak. Budi merupakan alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk; tabiat, akhlak, watak, perbuatan baik; daya upaya dan akal. Perilaku diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) tidak hanya badan tetapi juga ucapan. Terkait dengan pendidikan budi
pekerti, Zakaria (2002:1) menyatakan bahwa bahwa pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Pendidikan karakter menjadi isu penting dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Upaya menghidupkan kembali pendidikan karakter sebagaimana amanat Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konteks ini, penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilainilai pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, serta kegigihan sebagai basis karakter yang baik.
Makna pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Pendidikan adalah “Usaha sadar dan terencana untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, serta keterampilan ”. Disebutkan juga bahwa pendidikan nasional adalah “Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia”.
Secara makro pendidikan yang diselenggarakan baik pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi ialah membina manusia yang berkarakter sehingga tidak menyusahkan orang lain ketika terjun di masyarakat. (Santoso 1980;Oemarjati 1979; 1991a. Dwiarso 2008). Kata membina mengandung arti menanamkan bibit pengetahuan, memelihara, mengarahkan dan menumbuhkannya
Ciri-ciri orang yang berkarakter dari segi individu, mempunyai sifat pandai dan terampil, jujur, tertib, tahu batas kemampuannya, serta tahu akan harga dirinya. Dengan kata lain, tugas utama pendidikan ialah pembinaan watak anak didik sesuai dengan kodrat anak didik (Santoso 1980). Pandai tidak hanya dari segi intelektual, melainkan juga praktis (terampil). Sifat jujur yaitu adanya kesesuaian antara kata dan perbuatan seseorang. Tertib atau disiplin berarti patuh pada peraturan yang berlaku selingkung atau yang berlaku dalam masyarakat, tanpa perlu pengawasan Tahu diri atau tahu batas kemampuan diri sendiri. Sifat tahu diri tersebut sangat erat dengan sifat kelima, yaitu tahu akan harga dirinya.
Selanjutnya Hatta (dalam Alwee:2008)Orang yang berkarakter tahu menghargai pendapat orang lain yang berlainan dengan pendapatnya. Ia berani membela kebenaran yang telah menjadi keyakinannya terhadap siapapun juga. Ia tak segan mempertahankan pendapatnya, sekalipun bertentangan dengan pendapat umum. Tetapi, ia juga berani melepaskan sesuatu keyakinan ilmiah, pabila suatu waktu logika yang lebih kuat dan kenyataan yang lebih lengkap membuktikana salahnya. Hanya dengan pendirian yang kritis itu ilmu dapat dimajukan Dalam memelihara dan memajukan ilmu, karakterlah yang terutama, bukan kecerdasan. Kurang kecerdasan boleh diisi, kurang karakter sukar memenuhinya, seperti ternyata dengan berbagai bukti di dalam sejarah. karena karakter itu pula ilmu dapat berjalan terus.

Rabu, 08 Juni 2011

Kearifan Lokal dan Sektor Pendapatan serta Peningkatan Pendapatan Masyarakat Tabalong


1.      Definisi Kearifan Lokal
Kearifan Lokal (Local Wisdom) dari kata arif yang artinya bijaksana,cerdik dan pandai, berilmu, paham dan mengerti atau kearifan bisa diartikan Kepandaian, kecerdikan atau kebijaksanaan ataupun potensi unggulan diri. Sedangkal lokal disini maksudnya kurang lebih sesuatu dalam areal/wilayah tertentu yang ditentukan teroterialnya dan komunitas yang tak jauh/berjauhan. Maka kearifan lokal kepandaian/potensi unggulan secara lokal kewilayahan(teroterial) dan/atau potensi yang baik.

2.      Yang menjadi kearifan lokal
a.       Potensi Manusia (Sumberdaya Manusia)
Pada dasarnya Manusia adalah makhluk sosial yang berfungsi membutuhkan dan dibutuhkan orang lain. Sumberdaya dasar adalah kebisaan/keahlian manusia tersebut dalam memandang, melakukan dan menganalisa hasil yang dilakukan serta memperbaiki/menyempurnakan dari sebelumnya.
Keinginan hidup layak, keinginan dihargai dan keinginan lain adalah sesuatu yang wajar. Namun prihal tersebut harus dibatasi dengan kemampuan diri sendiri. Merasa damai, sejahtera dan adil setiap manusia berbeda-beda. Semua memandang bahwa kaya adalah enak, namun si kaya merasa kurang untuk memperkaya(sama dengan keinginan hidup apa adanya) dan menjaga kekayaannya dari segala gangguan apapun.
Kehidupan layak sering diartikan luas dan alhasil kecapaian indikator tersebut tak dapat terpenuhi oleh kita. Kita(manusia) perlu orang lain untuk mengingatkan, tak ada yang sempurna apabila kita cari kesempurnaan tanpan indikator yang jelas dan terlalu tinggi.
Melihat kebisaan(kelebihan), Kekurangan(keterbatasan) dan memandang keluar tentang kesempatan dan hambatan setiap orang perlu. Kata Makrifat(mengenal diri) sangat diperlukan untuk menggali kearifan lokal di bagian Sumberdaya Manusia ini. Apabila sudah ketemu maka tinggal menentukan indikator keberhasilan yang tidak terlalu muluk sehingga dalam menentukan langkah(step/action) tidak terlalu sulit.
b.      Potensi Alam (Sumberdaya Alam)
Potensi Sumberdaya Alam adalah kekayaan dari alam/diluar diri yang bermanfaat untuk diri. Pemnafaatan alam ini pasti sangat erat hubungan dengan sumberdaya Manusia itu sendiri. Kekayaan alam disini dibahasakan sumber bukan sungai, artinya awal/dasar dari pemberdayaan alam yang bisa dimanfaatkan.
Sumberdaya Alam seperti hutan(tumbuh-tumbuhan), tanah(Wilayah), dan keadaan(budaya) ini bila ditangani dengan benar-benar serta disingkronkan dengan keahlian yang dimiliki makan akan mengahasilkan lebih bermanfaat untuk si manusianya. Ki Hadjar Dewantara memberi pedoman olah budaya bangsa dengan TRIKON (Kontinyu, Konvergen, Konsentris).
-       Kontinyu: adalah mengolah budaya bangsa secara berkesinambungan dari masa lalu, masa kini dan masa datang,
-       Konvergen yaitu :tidak menutup diri dengan perkembangan kebudayaan dunia, dan
-       Konsentris artinya dalam mengarungi dan menyatu dengan arus budaya universal, berpegang teguh kepada budaya sendiri memperkuat kepribadian nasional


3.      Kearifan lokal di Tabalong
a.       Potensi Manusia (Sumberdaya Manusia)
Masyarakat Tabalong dari turun menurun kebanyakan adalah petani, terutama petani karet dan padi. Potensi dasar ini sangatlah bagus bagi Kabupaten Tabalong. Variasi kerjaan memang perlu namun tanpa disadari setiap manusia mempunyai gen yang sama dengan nenek moyangnya terdahulu dan kalau mau, hanya tinggal mengembangkan, memodifikasi dan kreasi terhadap “Bakat Alam” tersebut.
b.      Potensi Alam (Sumberdaya Alam)
Sumberdaya Alam Tabalong seperti Mudah tumbuhnya berbagai tanaman tropis, mudah hidupnya segala binatang tropis dan kekayaan didalam/permukaan tanah yang begitu melimpah.Batu Bara, Emas, Tembaga, Pasir Kwarsa dan lain-lain dengan kemerangan lereng hingga 450 ini berpeluang dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Namun bisa diarahkan solusi bekas penegerjaan diatas agar dipergunakan untuk Sumberdaya Alam yang bisa diperbaharui.
Tumbuh-tumbuhan, Tanaman Keras dan non keras(Palawija dll) pun dibumi Saraba Kawa ini bisa dimanfaatkan pada sisi lahan kosong atau tak terpakai.

4.      Potensi harapapan pemanfaatan
a.       Bermanfaat dari segi ekonomi,
Pemanfaatan sumberdaya Manusia atau Alam agar bisa bernilai ekonomis atau meningkatkan agar lebih ekomomis ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Bermanfaat dari segi Sosial,
Sosial adalah hubungan antar inividu atau kelompok ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Membuka pemikiran, membangun jaringan(Network) pun tak kalah pentingnya dalam pemanfaatan kearifan lokal dimaksud.
c.       Bermanfaat dari segi Budaya,
Budaya Masyarakat Tabalong yang bercocok tanam perkebunan kayu keras dan non keras ini bisa dimanfaatkan dalam sumberdaya manusia .“plus” budaya hambin basamaan yang mulai memudar dikalangan masyarakat sekarang.
d.      Bermanfaat secara terus-menerus (sustainable)
Sumberdaya Alam yang dapat diperbaharui adalah proses cepat dalam ketahanan untuk mencapai keberlanjutan. Walau tak meneutup kemungkinan lewat Sumberdaya Alam yang tidak dapat diperbaharui, pengalihan fungsi asal menjadi Sumberdaya Alam yang dapat diperbaharui.

5.      Strategi-strategi penerapan
a.       Advokasi; memotivasi, mendorong kelebih baik adalah kata dari saling mengingatkan karena keterbatasan manusia yang sering lupa dan tak terpikirkan.
b.      Pembinaan; dimasyarakat, peningkatan wawasan dan pencerahan adalah strategi terapan yang bagus untuk pengembangan dan pemanfaatan kearifan lokal di Kabupaten Tabalong ini.
c.       Kebijakan; pemerintah yang mendukung penuh terhadap pemanfaatan kearifan lokal yang berkesinambungan ini sangat berperan penting. Baik kebijakan tertulis atau motivasi lain sehingga bisa mengenal diri, memanfaatkan dan memperoleh keuntungan sehingga kestabilan Pemerintahan dapat terwujud dengan sempurna.
d.      Kerjasama stokeholder. Kerjasama antara 3 pilar; Masyarakat, Pemerintah dan Perusahaan sangat diharapkan agar perubahan mintset ini cepat berlangsung dan baik.

Demikian tulisan pendek kami ini semoga bermanfaat bagi kita semua, bukankah kita makhluk sosial yang memerlukan dan diperlukan orang lain serta saling mengingatkan, share informasi sangatlah baik apalagi bila bisa bermanfaat untuk kemaslahatan bersama. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua terutama Kabupaten Tabalong.

Berbicara, Membaca, Menulis dan Mendengarkan Sebagai Bagian dari Kecerdasan Linguistik Verbal

Kecerdasan linguistik verbal merupakan kemampuan untuk menyusun pemikiran dengan jelas dan mampu menggunakannya secara kompeten melalui kata-kata, baik dengan berbicara (speaking), membaca (reading),  menulis (writing) ataupun mendengarkan (listening).
Dengan tingkat kecerdasan verbal yang baik, seseorang akan memperlihatkan suatu kesesuaian dalam penguasaan bahasa dan dapat memaparkan sesuatu topik, berdebat, diskusi, melakukan penafsiran, memahami dan menyampaikan pelaporan serta melaksanakan beberapa kegiatan lain yang berkenaan dengan berbicara dan menulis.
Sedang keterampilan dalam berbicara merupakan aspek utama yang nampak dari kecerdasan verbal, dan kecerdasan linguistik terdiri dari penguasaan beberapa komponen bahasa, seperti sintaksis, semantik, fonik, fragmatik dan lain-lain.
Selain untuk keterampilan dalam berkomunikasi linguistik verbal juga terasa penting guna mempertahankan argumen,  mengungkapkan ide-ide, pemikiran dan keinginan seseorang.  Dalam hal ini kecerdasan linguistik verbal merupakan kemampuan yang sangat menentukan dalam proses komunikasi antar person pada tataran intelektual dan sosial.
Membaca adalah upaya pembelajaran tuk memahami dan menggunakan bahasa, khususnya bentuk bahasa tulis. Kegiatan membaca memerlukan usaha-usaha tertentu karena bahasa tulis ini melibatkan penggunaan sandi dan simbol-simbol buatan yang mengkaitkannya pada pembelajaran sistematis tentang cara menguraikan lambang tulis ke dalam bentuk bunyi bahasa yang mewakilinya.
Tujuan mempelajari bgaimana menguraikan sandi ataupun simbol-simbol dalam bahasa tulis ini adalah untuk memahami dan menggunakan perhubungan dasar antara huruf dan bunyi bahasa. Dengan kemampuan verbal yang baik akan lebih mudah dalam hal kaitannya mempelajari pola huruf dan bunyi dari kata-kata ataupun kumpulan sandi serta simbol-simbol yang tertulis, terutama bahasa-bahasa yang bersifat fonetik.
Kegiatan membaca dan menulis mungkin pengembangannya di lakukan secara terpisah, akan tetapi lebih sering keduanya berjalan beriringan. Membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar dalam melakukan komunikasi. Pengembangan keterampilan dalam hal menulis akan memudahkan seseorang untuk menyusun pemikiran dan gagasan ke dalam bentuk kata-kata yang di tuangkan ke dalam media tulis dengan menggunakan sumber kata-kata yang lahir dari pemikiran mereka.
Seseorang yang memiliki kecerdasan linguistik verbal terutama dalam hal pengolahan kata-kata ke dalam bentuk bahasa lisan maupun tulisan biasannya juga memiliki tingkat keterampilan mendengarkan (listening) yang bagus juga. Dan yang memungkinkan dia melakukan hal yang terbaik dalam berkomunikasi, baik antar pribadi maupun kelompok. Dengan kemampuan mendengarkan yang baik akan lebih memudahkan seseorang dalam membangun komunikasi secara cepat dan tepat ketika menanggapi serta memahami apa yang di dengar dan memungkinkannya untuk memberi tanggapan secara efektif.
Pragmatik
Pragmatik adalah pola penggunaan bahasa untuk mencapai tujuan praktis dan merupakan salah satu aspek penting dalam hal kecerdasan linguistik. Pragmatik merupakan penentu dari kemampuan seseorang dalam hal penyampaian maksud melalui alat-alat kebahasaan.
Tingkat penguasaan pragmatik yang rendah akan menunjukkan bahwa pembicara atau penulis kemungkinan tidak akan bisa mencapai tujuan yang di maksudnya melaui bentuk komunikasi lisan ataupun tulisan.
Ada dua faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kecerdasan linguistik verbal, yakni:
1.      Faktor pertama adalah penggunaan bahasa yang baik, tepat dan benar,
2.      Faktor kedua adalah standar logika, perlu adanya pemahaman secara logika tentang penempatan informasi yang tepat dan berarti bagi audiens tertentu, serta untuk memperlihatkan cara penyampaian informasi yang bermakna kepada audiens yang berbeda.