SYAFA’AT
Syafa’at berasal dari kata syafa’a yang bermakna pertolongan, perantaraan, dan ataupun bantuan. Sebagai pengertian dalam kaitan istilah syafa’at adalah menjadi perantara (penghubung) dalam menyelesaikan hajat ataupun kaul, yaitu perantara (Nabi) antara yang memiliki hajat (umat) dengan yang bisa memenuhi hajat tersebut (Tuhan).
Menurut Ibnu Al-Atsir kata syafa’at di sebutkan berulangkali dalam hadist Nabi Muhammad SAW, baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun urusan akhirat. Yang di maksud dengan syafa’at di hadist tersebut adalah meminta untuk di ampuni atas dosa dan kesalahan-kesalahan di antara mereka.
Di kalangan kaum sufi, syafa’at dapat di berikan di dunia dan di akhirat. Syafa’at di dunia berupa lahiriah dan dapat juga rohaniah atau dapat juga berbentuk do’a dari Rasulullah SAW, ulama, wali, atau para syuhada.
Adapun syafa’at yang di maksud secara umum adalah do’a yang Nabi SAW simpan untuk para umatnya di hari kiamat kelak. Syafa’at yang kelak di berikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah syafa’at terbesar yang di sebut syafa’atul ‘uzhma. Kisah tentang syafa’atul ‘uzhma ini di jelaskan secara rinci dan panjang di dalam hadist sebagaimana termaktub dalam kitab risalah maulid seperti ad-Diba’i. Kisah ini terjadi ketika manusia terkumpulkan di padang mahsyar. Allah SWT menggiring semua mahlukNya dalam keadaan yang maha dahsyat dan menakutkan. Hingga pada saat itu terlintas dalam benak manusia untuk meminta syafa’at kepada Allah SWT agar di beri kelapangan dan kemudahan serta keselamatan.
Untuk itu mereka mendatangi Nabi Adam AS, sebagai nenek moyang manusia, untuk memohon kepada Allah SWT agar mereka di berikan syafa’at. Nabi Adam AS tidak bisa memberikan syafa’atnya karena beliau sendiri pernah melakukan kesalahan tidak menghiaraukan larangan Allah agar tak memakan buah khuldi. Maka Nabi Adam AS menyuruh mereka mendatangi Nabi Nuh AS.
Permintaan syafa’at yang disampaikan kepada Nabi Nuh pun mendapatkan jawaban yang sama, karena beliau sendiri pernah melakukan kesalahan kepada Allah SWT. Dan akhirnya Nabi Nuh AS pun menyuruh mereka datang kepada Nabi Ibrahim AS.
Begitupun dengan Nabi Ibrahim AS, beliaupun tidak bisa memberikan syafa’at karena merasa pernah melakukaan kesalahan kepada Allah SWT, beliaupun akhirnya menyuruh mereka mendatangi Nabi Musa AS.
Namun Nabi Musa AS pun tidak menyanggupi permintaan tersebut karena pernah melakukan kesalahan juga, akhirnya Nabi Musa AS pun menyuruh mereka mendatangi Nabi Isa AS untuk permintaan tersebut.
Tapi Nabi Isa AS pun tidak bisa memberikan syafa’at tersebut, beliau menyuruh mereka menemui Nabi Muhammad SAW.
Dan setelah permohonan tersebut di sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, beliau meminta ijin kepada Allah SWT untuk memberikan syafa’at. Maka Allah SWT memberikan ijinNya kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan syafa’at kepada umatnya.
Selain syafa’at ini, ada juga syafa’at sughra (syafa’at kecil) yang dapat di berikan selain oleh rasul, juga dapat di berikan oleh para ulama, pewaris nabi, dan juga para syuhada. Dalil-dalil yang menjadi hujjah atas syafa’at kecil ini ada seperti hadist yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan RA yang artinya “dari Utsman bin Affan RA, ia berkata,’Rasulullah SAW bersabda:di hari kiamat yang memberi syafa’at ada tiga golonngan, yaitu para nabi, ulama, kemudian syuhada’.” (HR Ibnu Majjah).
Banyak lagi dalil-dalil yang berkaitan dengan syafa’at di jelaskan dengan rinci di dalam hadist Rassulullah SAW. Pengertian-pengertiannya pun meliputi syafa’at yang di berikan di dunia maupun yang di akhirat. Di kalangan sufi pengamal tarekat, syafa’at syaikh Mursyid sangat menentukan dalam tahap-tahap murid atau salik melalui jalan, guna mendapatkan ahwal atau maqam-maqam (derajat ataupun tingkatan) yang mesti di laluinya. Syafa’at dalam bentuk terakhir termasuk dalam syafa’at sughra.
Dalam terminologi ilmu tauhid, syafa’at adalah pertolongan yang di berikan orang yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah SWT yang di berikan bagi orang-orang yang lebih rendah yang memohon pertolongan itu. Para ulama menyepakati adanya syafa’at ini, berdasarkan sejumlah ayat dan hadits yang menuangkan hal tersebut. Seperti QS Al-Baqarah:225, QS An-Nisa:85, QS Tha-Ha:109, dan banyak hadits yang menyertainya pula. (IwPaKu:0811)